GUNUNG MERAPI
Mungkin kita sudah sering mendengar dan mungkin juga pernah
berkunjung ke gunung merapi tapi apakah kita mengetahui sejarah dari gunung
tersebut?? Baiklah kali ini saya akan membahas tentang sejarah gunung merapi. Bila
kita berada di wilayah Kawastu, kalangan penduduk di sana masih mempercayai
bahwa Gunung Merapi adalah penjelmaan dari perubahan Gunung Jamurdipo. Menurut
cerita yang beredar di sana, sebagaimana diungkapkan Lucas Sasongko Triyoga
dalam bukunya, Manusia Jawa dan Gunung Merapi (Gadjah Mada University Press,
1991), sewaktu Pulau Jawa diciptakan para desa, keadaannya tidak seimbang.
Karena miring ke barat. Ini disebabkan di ujung barat terdapat Gunung Jamurdipo.
Atas prakarsa Dewa Krincingwesi, gunung tersebut dipindahkan ke
bagian tengah agar terjadi keseimbangan. Pada saat yang bersamaan, di tengah
Pulau Jawa terdapat dua empu kakak beradik, yakni Empu Rama dan Permadi.
Keduanya tengah membuat keris pusaka Tanah Jawa. Mereka oleh para dewa telah
diperingatkan untuk memindahkan kegiatannya tetapi keduanya bersikeras. Mereka
tetap akan membuat pusaka di tengah Pulau Jawa. Maka, Dewa Krincingwesi murka.
Gunung Jamurdipo kemudian diangkat dan dijatuhkan tepat di lokasi kedua empu
itu membuat keris pusaka. Kedua empu itu, akhirnya meninggal. Terkubur
hidup-hidup karena kejatuhan Gunung Jamurdipo. Untuk memperingati peristiwa
tersebut, Gunung Jamurdipo kemudian diubah menjadi Gunung Merapi. Artinya,
tempat perapian Empu Rama dan Permadi. Roh kedua empu itu kemudian menguasai
dan menjabat sebagai raja dari segala makhluk halus yang menempati Gunung
Merapi.
Mitos tentang asal-usul Gunung Merapi ini ternyata juga muncul
dengan versi lain di Korijaya. Menurut cerita yang terjadi di sana, ketika di
dunia ini belum terdapat kehidupan manusia kecuali para dewa di Kahyangan,
keadaan dunia pada saat itu tidak stabil, miring dan tidak seimbang. Batara
Guru lantas memerintahkan para dewa untuk memindahkan Gunung Jamurdipo yang semula
terletak di Laut Selatan, agar Pulau Jawa menjadi seimbang. Gunung itulah yang
kemudian dijadikan batas utara Jogyakarta. Sebelum Batara Guru memerintahkan
para dewa untuk memindahkan gunung itu, Empu Rama dan Permadi diutus membuat
keris pusaka Tanah Jawa. Padahal gunung itu akan dipindahkan di tempat
kegiatannya. Karena kedua empu itu diperintah Batara Guru, tak maulah mereka
pindah dari situ. Sebab, ada sabda pandhita ratu, datan kenging wola-wali.
Artinya, perkataan ratu tidak boleh berubah-ubah atau plin-plan.
Maka, terjadilah pertempuran. Empu Rama dan Permadi menang atas
dewa-dewa. Mendengar hal itu, Betara Guru lantas memerintahkan Batara Bayu agar
kedua empu itu dihukum. Dikubur hidup-hidup karena membangkang Jamurdipo.
Akhirnya, menurut mitos itu, Jamurdipo ditiup dari Laut Selatan oleh Batara
Bayu dan terbang kemudian jatuh tepat di atas perapian. Kejadian ini akhirnya
mengubur mati kedua empu yang dinilai pembangkang itu. Karena dipindahkan ke
perapian, maka Gunung Jamurdipo akhirnya dinamakan Gunung Merapi. Kedua empu
itu akhirnya menjadi penguasa makhluk halus yang tinggal di Merapi.
Sesudah peristiwa itu, Barata Narada diutus Batara Guru untuk
memeriksa Gunung Merapi. Ternyata ia menemukan ular naga yang belum menghadap
para dewa karena terhalang air mata gunung yang bernama Cupumanik. Narada
kemudian membawa Cupumanik menghadap para dewa. Cupumanik yang menyebabkan
semuanya jadi terlambat, akhirnya dihukum mati. Tetapi Batara Guru murka
melihat kenyataan, bahwa Cupumanik menggunakan kesaktiannya sehingga hukuman
mati itu tak membawa hasil.
Oleh Batara Guru tubuh Cupumanik kemudian diangkat dan dibanting
di atas tanduk lembu Andini. Andini adalah kendaraan pribadi Batara Guru. Tubuh
Cupumanik hancur lebur, berantakan dan dari tubuhnya muncul seorang putrid
cantik. Namanya Dewi Luhwati. Akibat bantingan yang luar biasa itu, salah satu
tanduk Andini patah menjadi dua. Sedang kecantikan Dewi Luhwati membuat Batara
Guru terpesona dan jatuh cinta.
Tentang asal usul nama Merapi ini, menurut Lucas, terdapat versi
lain yang beredar di kalangan abdi dalem khususnya yang melaksanakan upacara
Labuhan ke Merapi. Konon, di bumi telah berdiri beberapa kerajaan yang saling
berperang. Salah satu kerajaan itu, yakni Mamenang, merupakan kerajaan
pemenangnya. Kerajaan itu berada di bawah pimpinan Maharaja Kusumawicitra.
Waktu itu Resi Sengkala atau Jaka Sengkala atau Jitsaka kalangan
umum menyebutnya Ajisaka telah memberikan nama-nama gunung di seluruh Jawa.
Sebelum datang ke Pulau Jawa, sang resi adalah raja yang bertahta di Kerajaan
Sumatri. Karena kemenangan Maharaja Kusumawicitra itu, maka segala sesuatu yang
berada di bawah kekuasaannya diganti namanya disesuaikan dengan kebudayaan
Mamenang.
Misalnya nama Gunung Candrageni, yang semua diberi nama Ajisaka,
lantas diganti menjadi Gunung Merapi. Begitu pula dengan Gunung Candramuka,
diubah menjadi Gunung Merbabu. Sehingga kita mengenal nama Gunung Merapi dan
Merbabu. Begitu pula dengan Gunung Wilis, Gunung Sumbing, Gunung Lawu, Gunung
Arjuna yang kita kenal sekarang itu adalah nama-nama yang diberikan oleh
Maharaja Kusumawicitra.
Meskipun kedua empu sakti itu telah
tewas tertimpa gunung, namun sisa-sisa kesaktiannya tidak padam. Bahan keris
yang masih dalam proses pengerjaanya masih menyala dan tidak dapat dipadamkan
kecuali oleh kedua orang empu yang sudah tewas tersebut dan terus menerus
membara dan karena tertimbun oleh gunung, lama kelamaan semakin membara dan
membesar. Karena bertambah besar baranya, maka tempatnya menjadi terbatas
sedangkan tekanannya menjadi meningkat. Bara api yang makin membesar itu
menyembur ke atas dengan membakar bebatuan dan tanah yang menimbunnya hingga
meleleh. Oleh karena tanah dan bebatuan yang meleleh tadi mnimbulkan lobang
yang semakin hari semakin bertambah luas hingga sekarang menjadi kawah.
NAMA : GUNTUR HAMONANGAN SIHOMBING
KELAS : 1PA 07
NPM :
13511110
Sumber :
www.google.com dan www.wikipedia.com